Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

04 Mei 2009

Mendampingi Anak dengan Educational Care (Prinsip 3 : Family Proactive)

Oleh : Valentino Dhiyu Asmoro

Sejauh ini kita sudah bersama-sama mengupas dua prinsip dari Educational Care yaitu Prinsip Individual Learning-Centered dan Prinsip Psychological Approach. Prinsip ketiga dari Educational Care yaitu Prinsip Family Proactive.

Melalui prinsip pertama, kita telah memahami bersama-sama bahwa wilayah kerja Pi&Po ada pada ruang lingkup pendampingan anak yang dilakukan Pi&Po bersama-sama dengan orang tua dan melalui prinsip kedua kita memahami bahwa pendekatan psikologis dapat dimanfaatkan untuk mengoptimalkan kemampuan anak. Pada prinsip Educational Care yang terakhir ini, kita akan mengupas lebih dalam mengenai peran keluarga dalam proses tumbuh kembang anak.

Prinsip ketiga sesungguhnya adalah suatu prinsip yang memang sudah seharusnya diterapkan oleh setiap keluarga yang menginginkan anak-anaknya sukses. Permasalahannya, dalam praktek sehari-hari keluarga sering menjumpai kesulitan untuk memilah sikap-sikap proaktif. Kecenderungan yang terjadi, keluarga sering melakukan sikap reaktif atau sikap yang kurang tepat sasaran tanpa disadari. Seperti apa sih sikap reaktif dan sikap kurang tepat sasaran tersebut?

Sikap reaktif dapat dilihat dengan mengamati contoh-contoh sikap berikut ini :
  1. Keluarga baru kebingungan/panik ketika anak sudah mengalami gangguan belajar dan prestasi
  2. Keluarga sering memberi komentar negatif kepada anak. Tahukah anda, sebuah penelitian melaporkan bahwa dalam 1 hari seorang anak rata-rata menerima komentar negatif 4 kali lebih banyak daripada komentar positif ?

Sikap yang kurang tepat sasaran antara lain dapat diamati dari contoh-contoh sikap berikut ini :
  1. Keluarga merasa sudah mendampingi anak dengan hadir secara fisik saat anak belajar, padahal kehadiran tersebut belum menghadirkan sebuah proses pendampingan, tetapi cenderung hanya sebagai tindakan menemani anak belajar.
  2. Beberapa keluarga merasa bahwa dengan menyediakan fasilitas yang cukup dan guru les yang paling hebat maka urusan pendampingan anak sudah beres begitu saja. Keluarga sudah mempercayakan 100% pendidikan anaknya pada guru les tersebut dan keluarga hanya tinggal tahu beres saja.

Memilih dan memilah sikap proaktif dalam mendampingi anak sesungguhnya dimulai dari beberapa pemahaman mendasar bahwa :
  1. Orang tua adalah pihak pertama dan utama yang wajib mengawal proses pendampingan belajar anak, Pi&Po hadir hanya untuk mensistematiskan upaya-upaya pendampingan oleh orang tua, membantu mengawal proses tumbuh kembang anak sekaligus mengantisipasi/menangani hambatan dalam belajar anak sesuai dengan kapasitas disiplin ilmu yang dimiliki.
  2. Mencegah adalah jauh lebih baik daripada mengobati atau memperbaiki. Jangan sampai keluarga terkena batunya dulu baru menyadari pentingnya pendampingan belajar anak sejak dini. Artinya jangan menunggu anak anda mengalami gangguan dalam proses belajar atau penurunan prestasi baru kemudian kelabakan mencari solusi. Dalam konteks pencegahan inilah Pi&Po sebenarnya hadir untuk anda dan si kecil, walaupun Pi&Po juga tetap melayani anak-anak yang membutuhkan penanganan ekstra karena sudah mengalami situasi belajar yang tidak kondusif.

Sekilas mungkin anda berpikir bahwa hal ini kurang praktis karena dewasa ini orang tua dan keluarga terlalu disibukkan dengan berbagai aktivitas mata pencaharian dan kegiatan lain. Justru karena fenomena itulah, Pi&Po ingin mendorong lagi kesadaran dan solidaritas sosial tentang vitalnya peran keluarga dalam proses tumbuh kembang anak.

Keluarga adalah unit mendasar dalam bangunan sosial. Unit ini menyediakan kehangatan dan suasana yang kondusif untuk tumbuh kembang anak. Ketika relasi dan kehangatan ini mulai renggang karena setiap anggotanya disibukkan oleh aktivitas masing-masing, saat itulah Pi&Po ingin hadir sebagai jembatan yang merekatkan kembali jalinan cinta kasih di dalam keluarga.

Atas dasar pemikiran itulah, anda akan menjumpai bahwa anak dan anda akan mendapatkan pelayanan kelas satu dari Pi&Po. Setiap pendamping kami akan datang ke rumah anda untuk menyapa keluarga anda sekaligus mendiskusikan dinamika tumbuh kembang anak anda. Inilah kelebihan Pi&Po yang bahkan belum akan dilakukan oleh institusi manapun, yaitu suatu bentuk Home Care.

Pi&Po memiliki komitmen untuk menyelenggarakan relasi dengan anda bukan hanya sebatas relasi penjual dan pembeli jasa, tetapi kami benar-benar ingin memposisikan diri sebagai sahabat setia tumbuh kembang anak anda seperti yang terungkap dalam motto Pi&Po. Dengan membawa keramahan dan suasana kekeluargaan ala timur, kami rindu untuk menjadi sahabat anda dan bersama keluarga Indonesia lainnya bersama-sama mempersiapkan generasi penerus yang cemerlang.

Harapan kami, anda dapat menangkap suatu visi tentang sebuah era baru pendidikan bersama Pi&Po. Dengan mempelopori munculnya prinsip Family Proactive inilah Pi&Po ingin agar anak-anak dan orang tua di seluruh pelosok negeri merasakan nikmatnya belajar dan indahnya prestasi sebagai buah dari upaya dan sikap belajar yang tak kenal kata menyerah. Salam Pi&Po !

Mendampingi Anak dengan Educational Care (Prinsip 2 : Prinsip Psychological Approach)


oleh : Valentino Dhiyu Asmoro


Setelah memahami prinsip pertama dari Educational Care yaitu Prinsip Individual Learning-Centered, pada paparan kali ini akan dikupas lebih lanjut mengenai prinsip kedua dariEducational Care yaitu Prinsip Psychological Approach. Melalui prinsip pertama, kita telah memahami bersama-sama bahwa wilayah kerja Pi&Po ada pada ruang lingkup pendampingan anak yang dilakukan Pi&Po bersama-sama dengan orang tua.

Istilah “ belajar “ adalah sebuah istilah yang maknanya menjurus kepada pengertian tentang berlangsungnya sebuah proses atau sebuah hasil. Apa perbedaannya? Ketika belajar hanya dimaknai sebagai hasil, maka dinamika belajar akan terbatas pada modal atau bakat awal yang dimiliki seorang manusia sejak lahir. Dengan sendirinya dunia ini akan segera terbelah menjadi 2 bagian besar yaitu kumpulan manusia yang sudah punya bakat pintar sejak lahir di satu sisi dan kumpulan manusia yang tidak punya bakat pintar sejak lahir di sisi lain. Dengan kata lain, sekeras apapun orang berusaha dan belajar, ujung-ujungnya orang yang sudah punya bakat pintar sejak lahirlah yang akan selalu menang.

Indahnya, dunia ternyata tidak berjalan dengan cara demikian. Dunia tidak berjalan hanya dari lompatan satu hasil ke hasil berikutnya. Dunia berjalan di atas kombinasi kepingan-kepingan proses dan hasil yang disumbangkan setiap orang, sekecil apapun itu. Celine Dion dalam petikan lirik lagunya yang berjudul “ The Power of The Dream “ mengungkapkan bahwa “ There’s a special part that every one of us will play “ (ada peran istimewa yang akan dimainkan setiap orang). Pertanyaannya, bagaimana peran itu akan mulai kita mainkan?

Inilah saatnya kita menengok makna belajar sebagai sebuah proses untuk menjawab pertanyaan tersebut. Pada awalnya memang setiap anak lahir dengan bakat dan kemampuan yang berbeda-beda karena pengaruh faktor genetika. Pengaruh faktor genetika itu dapat diukur melalui tes IQ (tes kecerdasan). Sayangnya, pemanfaatan hasil tes IQ seringkali berhenti sampai di titik itu. Kebanyakan orang tua hanya melihat peran ilmu psikologi sampai pada penggalian IQ, minat dan bakat, padahal hal tersebut hanya baru menjawab 1/3 pertanyaan di atas. Masih ada 2/3 perjalanan yang harus ditempuh bila kita ingin anak kita membangkitkan potensi dan keunggulan dalam dirinya.

Ini dia rahasianya!!! Setelah tes penggalian minat dan bakat dilakukan, pendekatan psikologis dapat dimanfaatkan lebih jauh lagi untuk :
1. Menyelidiki potensi gangguan belajar pada anak sehingga dapat diambil langkah-langkah pencegahan
2. Menyelidiki gangguan belajar yang telah dialami anak sehingga dapat diatasi secepat mungkin
3. Menentukan tipe kecerdasan anak dan model belajar yang paling sesuai
4. Menentukan pola dan langkah-langkah pendampingan yang tepat untuk anak

Jadi jangan keliru dengan menganggap pendekatan psikologis hanya untuk anak-anak berkebutuhan khusus (misalnya anak autis). Pendekatan psikologis memang dipakai untuk memperbaiki kualitas hidup anak-anak berkebutuhan khusus agar bisa survive dalam kehidupan sehari-hari, tetapi dipakainya pendekatan psikologis oleh anak-anak normal akan menjadi senjata ampuh untuk memunculkan potensi mereka. Inilah rahasia yang belum banyak dipahami oleh masyarakat pada umumnya. Singkat kata, pendekatan psikologis menjadi obat bagi anak-anak berkebutuhan khusus agar bisa hidup dengan layak dan justru menjadi suplemen bagi anak-anak normal supaya mereka menjadi JOSS !!!

Ketika belajar dimaknai juga sebagai sebuah proses, maka dinamika belajar akan berkembang seiring dengan perkembangan anak. Di sisi lain psikologi adalah cabang ilmu pengetahuan yang salah satu fungsinya adalah mengkaji proses perkembangan manusia, termasuk perkembangan anak. Inilah alasan kenapa Pi&Po memilih pendekatan psikologis sebagai prinsip kedua dari Educational Care.

Belajar lalu dimaknai juga sebagai sebuah proses dipandang dan dipahami melalui pendekatan (ilmu) yang mempelajari subyek yang sedang berkembang tersebut (yaitu si anak). Hal ini tentu tidak akan ditemui pada bimbingan belajar (les) yang memahami belajar sebatas pada hasil. Pemahaman ini akan membuat orang tua mengerti cara yang tepat untuk mendampingi si buah hati untuk memaksimalkan potensinya bukan hanya pada aspek akademik di sekolah, tetapi ini adalah investasi emas di berbagai bidang kehidupan yang lain juga.

Pendekatan psikologis yang dimanfaatkan dengan optimal akan memunculkan pengetahuan tentang pola pendampingan yang tepat. Pengetahuan tentang pola pendampingan yang tepat akan berbuah pada praktek pendampingan yang tepat. Praktek pendampingan yang tepat akan berbuah pada sikap belajar yang tepat dan konsisten. Sikap belajar yang tepat dan konsisten akan berbuah pada prestasi tanpa henti dan kualitas pribadi yang luar biasa.

Konsep berpikir inilah yang menjadi alasan mengapa program privat (Paket Pi) dan semiprivat (Paket Po) adalah program unggulan Pi&Po. Paket privat dan semiprivat menjadi program unggulan supaya Pi&Po dapat menerapkan Educational Care dengan maksimal kepada buah hati anda. Sekali lagi perlu digaris bawahi, seperti yang telah dipaparkan pada prinsip pertama, program privat sama sekali tidak bermaksud untuk menjadikan anak individualis atau asosial.

Program privat diadakan dengan konsep personal-dialogis (ada kedekatan antara yang mendampingi dan yang didampingi), informal (fleksibel) dan berfokus pada kemajuan psikologis yaitu kemajuan dalam membangun SIKAP BELAJAR yang baik dan benar tanpa melupakan aspek prestasi akademiknya. Lagipula program privat sama sekali tidak menyita waktu anak untuk bersosialisasi karena waktu pendampingan sangat fleksibel.

Harapan kami, anda dapat menangkap suatu visi tentang sebuah era baru pendidikan bersama Pi&Po. Dengan mempelopori munculnya prinsip Psychological Approach inilah Pi&Po ingin agar anak-anak dan orang tua di seluruh pelosok negeri merasakan nikmatnya belajar dan indahnya prestasi sebagai buah dari upaya dan sikap belajar yang tak kenal kata menyerah. Salam Pi&Po !

Mendampingi Anak dengan Educational Care (Bagian 1 : Prinsip Individual Learning-Centered)

Oleh : Valentino Dhiyu Asmoro

Pada zaman seperti sekarang ini, mendampingi anak adalah urusan yang gampang-gampang susah. Menjadi gampang bila segala sesuatu yang dipersiapkan oleh orang tua mendapat respon dan hasil yang baik dari anak. Sebaliknya, pendampingan akan mengalami hambatan saat respon dan hasil dari si buah hati tidak seperti yang kita harapkan. Pada kenyataannya, seringkali hambatan dalam mendampingi anak akan berpengaruh terhadap kualitas dan prestasi belajar mereka.

Lalu sebenarnya apa masalah-masalah utama dalam mendampingi anak? Kenapa hal tersebut penting untuk kita ketahui bersama? Masalah pertama adalah masalah ruang lingkup pendampingan. Pada titik ini, perlu kita pahami bersama bahwa ruang lingkup pendampingan berbeda dengan ruang lingkup pengajaran atau ruang lingkup akademis.

Ruang lingkup pengajaran atau ruang lingkup akademis lebih bersifat kolektif (ada interaksi dalam sebuah komunitas), formal (ada peraturan dan tata cara tertentu) dan berfokus pada kemajuan kognitif yaitu kemajuan prestasi belajar dengan memacu kemampuan intelegensi anak. Sebaliknya, ruang lingkup pendampingan bersifat lebih personal-dialogis (ada kedekatan antara yang mendampingi dan yang didampingi), informal (fleksibel) dan berfokus pada kemajuan psikologis yaitu kemajuan dalam membangun SIKAP BELAJAR yang baik dan benar tanpa melupakan aspek prestasi akademiknya.

Kedua ruang lingkup tersebut sifatnya saling melengkapi dan bukannya saling bertentangan. Bila anak terlalu dijejali dalam ruang lingkup akademis maka akan timbul hukum rimba dalam dunia pendidikan yaitu hanya anak yang paling pintar sejak lahir saja yang akan mampu bertahan. Tetapi Tuhan itu memang Maha Adil. Anak yang pintar atau jenius sejak lahir jumlahnya hanya sedikit di dunia ini, tetapi dunia seakan tidak pernah kekurangan orang-orang hebat dan berprestasi.

Rahasianya adalah pada ruang lingkup pendampingan ini. Walaupun buah hati kita tidak dibekali bakat jenius sejak lahir, tetapi pendampingan yang benar akan melahirkan sikap belajar yang benar. Sikap belajar yang benar inilah yang akan menutupi kekurangan anak, memproses mental belajar yang benar dan membuat anak melahirkan prestasi yang sama hebatnya dengan anak-anak yang jenius sejak lahir. Wow, luar biasa kan? Kalau anda pernah membaca kisah Hellen Keller maka anda akan menemukan maksud dari tulisan ini.

Dalam dunia modern saat ini, ruang lingkup pengajaran atau akademis ada dalam kendali institusi sekolah. Bila anak menemui masalah akademis maka sekolah siap sedia membantu untuk memecahkan masalah tersebut. Sayangnya sekolah memiliki keterbatasan yaitu sekolah dibatasi oleh jam belajar. Di luar jam belajar, sekolah sebagai institusi tidak cukup efektif menolong masalah akademis anak, maka tidak heran kalau muncul fenomena bimbingan belajar dimana-mana (lebih sering kita kenal sebagai les). Bimbingan belajar menangkap keterbatasan sekolah ini sehingga bimbingan belajar hadir sebagai solusi pada ruang lingkup pengajaran atau akademis.

Pertanyaannya benarkah anak anda mengalami hambatan belajar selalu karena faktor akademis? Artinya anak anda kurang cerdas atau kurang memahami pelajaran di sekolah? Belum tentu. Anak-anak (terutama anak SD) umumnya masih memiliki otak yang fresh sehingga kemampuannya menyerap hal-hal baru sangat tinggi. Lalu apa masalah sebenarnya?

Dari sejak manusia pertama ada di muka bumi, ruang lingkup pendampingan telah menjadi tanggung jawab unit sosial yang paling mendasar yaitu keluarga dengan aktor utamanya adalah orang tua. Melalui keluargalah anak belajar untuk memiliki sikap belajar yang benar. Kalau kita cermati, hal inilah yang menjadi jawaban bahwa manusia purba dapat membuat alat dan kebudayaan untuk berevolusi padahal saat itu tidak ada sekolah dan bimbingan belajar seperti hari ini. Keluarga membekali anak dengan sikap belajar untuk tetap survive atau bertahan dalam kehidupan secara umum bukan hanya sekedar kehidupan akademisnya saja.

Sayangnya seiring dengan bertambahnya kerumitan hidup manusia, bertambahnya kesibukan dan tuntutan hidup, peran keluarga-keluarga sebagai unit pendampingan anak semakin hari semakin melemah. Dampaknya adalah sikap belajar anak-anak pun akan semakin melemah.

Contoh paling sederhana adalah menyontek. Anak yang menyontek menandakan bahwa anak tersebut kurang terbangun sikap sportif dan percaya diri. Sikap sportif dan percaya diri tidak dibangun dari sekedar belajar pendidikan kewarganegaraan dan permainan dalam pelajaran olahraga. Sikap sportif dan percaya diri, contohnya, dibangun saat anak melihat dan merasakan kehangatan saat bermain bersama keluarga (kalau keluarga tersebut punya waktu yang cukup untuk bermain bersama anak) atau saat ayah dan ibu menepati janji-janji yang kelihatannya sepele, tetapi sebenarnya sangat bermakna untuk anak (misalnya janji pergi liburan bersama setelah ayah dan ibu sibuk bekerja keras sebulan penuh).

Bayangkan kalau anak anda sering menyontek akan meningkatkan resikonya untuk terkena hukuman dan mendapat cap yang buruk di sekolah. Hal ini akan menimbulkan tekanan bagi anak. Nilainya pasti dikurangi karena menyontek dan dia pun akan dihina teman-temannya karena suka menyontek, sehingga anak yang seharusnya berprestasi malah justru mendapat bencana. Sekali lagi hal ini bukan karena anak anda kurang cerdas, tetapi karena tidak terbentuknya sikap belajar yang benar.

Dari paparan di atas, kita akhirnya dapat menyimpulkan bahwa ruang lingkup pendampingan adalah pondasi vital bagi kemajuan anak secara umum, bukan hanya dalam segi akademiknya saja. Pada saat ini tidaklah tepat kalau hanya menyalahkan orang tua semata, tetapi yang lebih penting lagi adalah menemukan solusi yang tepat untuk ruang lingkup pendampingan anak.

Secara konseptual, jawaban atas ruang lingkup pendampingan ini adalah dibutuhkan suatu konsep pendampingan yang terfokus pada keunikan setiap individu. Artinya setiap anak dipandang secara unik memiliki potensi, minat dan dinamika masalahnya masing-masing. Pendampingan yang dilakukan harus mengakomodasi kebutuhan tersebut.

Inilah inti pemahaman dari konsep Individual Learning-Centered sebagai prinsip pertama dari Educational Care yang kami pelopori. Individual Learning-Centered bukan dimaknai sebagai pendampingan yang bersifat individualis, tetapi sebagai pendampingan yang bersifat personal-dialogis serta terfokus untuk mengelola keunikan potensi dan dinamika permasalahan setiap individu untuk melahirkan sikap belajar yang benar tanpa melupakan pencapaian prestasi akademiknya.

Masalah pada ruang lingkup pendampingan ini tentunya tidak cukup dapat diatasi oleh sekolah atau bimbingan belajar semata karena kedua institusi tersebut lebih beroperasi pada ruang lingkup akademis. Orang tua pun tentu mengalami kesulitan dalam manajemen pendampingan anak karena di satu sisi ada tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup.

Oleh karena itu Pi&Po hadir untuk melengkapi keterbatasan-keterbatasan tersebut. Pi&Po tidak bertujuan untuk menggantikan peran sekolah dan orang tua, tetapi justru ingin semakin menyempurnakan peran keduanya. Keuntungan bagi orang tua adalah dengan menyertakan anak pada pendampingan belajar anak seperti Pi&Po maka dua hal sekaligus sudah terselesaikan yaitu pencapaian sikap belajar dan pencapaian prestasi akademis.

Dengan mempelopori munculnya prinsip Individual Learning-Centered inilah Pi&Po ingin agar anak-anak dan orang tua di seluruh pelosok negeri merasakan nikmatnya belajar dan indahnya prestasi sebagai buah dari upaya dan sikap belajar yang tak kenal kata menyerah. Salam Pi&Po !